Nafsu Tengkulak Meraup Keuntungan Hingga Rp700.000 Per Kilogram Membuat Petani Nilam Merintih Kecewa

BRIGNAS-RI.ONLINE

MANADO - Permainan bisnis para tengkulak minyak nilam di Sulut sungguh keterlaluan. Pebisnis kotor yang selalu membanggakan diri sebagai pemodal ini menekan harga Minyak Nilam hingga ke titik terendah, untuk meraup keuntungan yang sangat besar tanpa mempertimbangkan biaya produksi pertanian yang dirogoh petani Nilam selama enam bulan. Di Bolmong misalnya, tengkulak minyak Nilam hanya akan membayar Rp500.000 hingga Rp600.000 per kilogram. Padahal harga normal yang diterima perusahaan atau eksportir minyak atsiri adalah Rp1,2 juta hingga Rp1,3 juta per kilogram. 

Tengkulak bermental pemeras ini tidak peduli berapa kerugian ribuan petani yang mengeluarkan banyak biaya untuk menanam, memelihara dan memanen Nilam termasuk memproses minyak sebelum dijual. Nafsu tengkulak meraup keuntungan hingga Rp700.000 per kilogram membuat petani Nilam merintih kecewa. 

"Sakit rasanya, ketika harus menerima kenyataan bahwa tengkulak bebas menekan petani di depan mata pemerintah. Kami merasakan pemerintah tidak punya daya dan menyerah pada situasi pasar tanpa secuil intervensi. Padahal secara teoretis pemerintah bisa mengintervensi harga pokok penjualan (HPP) minyak Nilam yang akhir-akhir ini menjadi bahan ekspor terbaik yang bisa mendatangkan devisa untuk negara. Pemerintah seharusnya malu membiarkan rakyatnya sendiri dijajah tengkulak yang bermain mata dengan perusahaan eksportir," keluh Jacko Monigir, salah satu petani Nilam di Poigar Bolmong, Kamis (1/5/2025).

Sementara itu, hasil penelusuran redaksi menunjukkan ada permainan harga yang murni dilakukan tengkulak dan seolah-olah terjadi kenaikan harga di tingkat eksportir atau perusahaan minyak atsiri Salah satu eksportir minyak Nilam menegaskan, semua permainan harga yang menyebabkan minyak Nilam dibanderol Rp600.000 per kilogram adalah murni ulah tengkulak yang memanfaatkan peluang ketika pemerintah absen melindungi petani Nilam. 

"Saya sudah cek di Kotamobagu, Jakarta dan Medan. Harga masih stabil. Tidak ada penurunan. Yang tekan harga di petani itu tengkulak yang mau cepat kaya raya, hidup mewah tanpa peduli apakah petani rugi atau kembali pokok. Dan untuk saat ini tengkulak bebas menekan harga karena pemerintah tidak punya strategi ekonomi untuk menyelamatkan puluhan ribu petani Nilam di Sulut," terang salah satu eksportir Nilam Kamis malam.

Sebelumnya, Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Ayip Said Abdullah menyarankan pemerintah melakukan intervensi harga komoditas di masyarakat. Bukan sebaiknya melepas harga komoditas dengan mekanisme pasar secara bebas. 

"Selama ini kalau harganya bagus kita tidak perlu intervensi banyak. Intervensi dilakukan jika harga di bawah HPP," kata Ayip. Hal itu dikatakan dalam perbincangan bersama Pro 3 RRI, Sabtu (25/5/2024) lalu. 

Ayip khawatir jika harga komoditas petani tidak dijaga. Maka akan banyak petani kecewa dan tidak mengelola lahan pertanian lagi. 

"Kita harus sungguh-sungguh mendampingi dan mempersiapkan petani untuk bisa bersaing," ujarnya.

Terpisah, pegiat pertanian Nilam, AH Tawi menyayangkan sikap pemerintah yang seolah - olah melempar kesan keberpihakan kepada masyarakat ke publik tanpa intervensi kebijakan yang serius dan sungguh nyata di akar rumput khususnya petani.

"Terlalu banyak pencitraan di media, tanpa bukti kebijakan yang langsung menyentuh jantung petani juga tidak baik. Bahkan menjijikan. Sudahi omon - omon yang tidak berfaedah, waktunya bahas nasib petani. Masakan tengkulak cekik petani di depan mata, pemerintah cuma pasrah. Rakyat tidak butuh omon - omon depan kamera paparazi tapi kebijakan dan perlindungan yang riil,'' tandas petani Nilam itu.

Red. BJH

Lebih baru Lebih lama